MY LIFE
blog ini dibuat dengan modal sotta "sok tahu" isinya juga mungkin nda seperti yang Anda Bayangkan. Harap Maklum.......
Kamis, 25 September 2014
Bukan sekedar baku "suka-suka"
Pernah saya posting tentang seseorang pada tanggal 25 Oktober 2011 lalu. saat itu statusnya masih baku "suka-suka" hahaha. saat ini seseorang itu telah menjadi pendamping yang halal untuk dunia akhirat. aamiin ya Rabb. Kami meresmikannya pada hari Jumat, 24 Mei 2013. Semoga kami senantiasa dalam ridho Allah SWT dan menjadi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, aamiin. Berikut ini dokmentasi pernikahan kami.
Selasa, 08 Mei 2012
skripsi perbaikan 1
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Badan
Ketahanan Pangan bagian Pusat konsumsi dan keamanan pangan telah mencanangkan salah
satu program peningkatan pemanfaatan pangan lokal melalui tepung-tepungan.
Tujuannya untuk meningkatkan penyediaan bahan pangan lokal dari tepung-tepungan
sebagai produk antara yang dapat mendukung usaha kecil bidang pangan lokal (Sinartani.com,
2011).
Indonesia
kaya akan sumber daya hayati berupa serealia dan
umbi-umbian yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan
tepung-tepungan. Beberapa jenis Dioscorea yang tumbuh di Indonesia telah diketahui mempunyai kandungan karbohidrat tinggi dan sudah biasa dimanfaatkan sebagai pangan. Kadar amilosa beberapa jenis Dioscorea berkisar antara 14.0-62.3%. Tingginya kadar karbohidrat ini menunjukkan potensi Dioscorea sebagai bahan pangan alternatif yang berfungsi menggantikan tepung terigu karena bebas gluten. Meskipun kelemahannya ada beberapa jenis Dioscorea yang mempunyai kadar HCN cukup tinggi, namun dengan cara pengolahan yang baik, umbi dapat dikonsumsi (Wulandari, 2009). Salah satu jenis Dioscorea adalah umbi gadung (Dioscorin hispida Dennts). Umbi gadung dalam Bahasa Makassar disebut sikapa.
umbi-umbian yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan
tepung-tepungan. Beberapa jenis Dioscorea yang tumbuh di Indonesia telah diketahui mempunyai kandungan karbohidrat tinggi dan sudah biasa dimanfaatkan sebagai pangan. Kadar amilosa beberapa jenis Dioscorea berkisar antara 14.0-62.3%. Tingginya kadar karbohidrat ini menunjukkan potensi Dioscorea sebagai bahan pangan alternatif yang berfungsi menggantikan tepung terigu karena bebas gluten. Meskipun kelemahannya ada beberapa jenis Dioscorea yang mempunyai kadar HCN cukup tinggi, namun dengan cara pengolahan yang baik, umbi dapat dikonsumsi (Wulandari, 2009). Salah satu jenis Dioscorea adalah umbi gadung (Dioscorin hispida Dennts). Umbi gadung dalam Bahasa Makassar disebut sikapa.
Salah
satu produk yang bisa dibuat dari tepung gadung adalah mie. Mie merupakan salah
satu produk yang banyak disukai oleh semua kalangan masyarakat. Ada banyak
jenis-jenis mie yaitu mie basah, mie kering dan mie instant. Mie yang akan
dibuat dalam penelitian ini adalah mie kering. Pembuatan mie yang selama ini
kita kenal berbahan baku tepung terigu yang harus diimpor dari luar negeri. Pembuatan
mie kering dari tepung umbi gadung ini merupakan salah satu cara mengurangi
konsumsi tepung terigu Indonesia meskipun dalam penelitian ini masih
menggunakan tepung terigu kurang dari 50%. Selain itu, sebagai pemanfaatan
pangan lokal yang merupakan kekayaan alam Indonesia.
B.
Perumusan Masalah
Sifat
fisik dan kimia tepung gadung dan tepung terigu berbeda sehingga pengolahannya
pun akan berbeda. Selain itu, bagaimana pengaruh formulasi tepung terigu dan
tepung gadung yang berbeda terhadap hasil analisis proksimat dan uji sensori
mie yang dihasilkan.
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan mie kering dari
tepung umbi gadung yang tepat serta melakukan analisis proksimat dan uji
sensori terhadap mie kering yang dihasilkan.
Kegunaan
dari penelitian ini adalah dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat
tentang pengolahan umbi gadung menjadi tepung dan mie kering. Selain itu, dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi industry pengolahan mie.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Gadung (Discorea hispida Dennst)
Gadung
(Dioscorea hispida Dennst)
tergolong tanaman umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat
perhatian. Gadung menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun
yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya.
Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam bentuk keripik
meskipun rebusan gadung juga dapat dimakan. Tumbuhan gadung berbatang merambat
dan memanjat, panjang 5–20 m. Arah rambatannya selalu berputar ke kiri (melawan arah
jarum jam, jika dilihat dari atas). Ciri khas ini penting untuk membedakannya
dari gembili
(D. aculeata) yang memiliki penampilan mirip namun batangnya berputar ke
kanan (Anonim, 2011).
Komposisi
kimia umbi gadung dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Komposisi Kimia Umbi Gadung
Zat
Gizi
|
Jumlah
(%)
|
Air
|
78,00
|
Karbohidrat
|
18,00
|
Lemak
|
0,16
|
Protein
|
1,81
|
Serat
Kasar
|
0,93
|
Kadar
Abu
|
0,69
|
Diosgenin
|
0,20
|
Dioscinin
|
0,04
|
Sumber :
Sukarsa, 2010.
Umbi gadung bila terkena kulit dapat
menyebabkan gatal-gatal. Umbi gadung mengandung racun atau zat alkaloid yang
disebut dioscorin (CH13H19O2N).
Racun ini bila terkonsumsi dalam kadar yang rendah dapat mengakibatkan
pusing-pusing (Rukmana, 2001).
Hasil analisis nutrisis dan gluten
pada Dioscorea spp dapat dilihat dalam tabel 2 berikut ini.
Tabel
2. Hasil analisis nutrisi dan gluten pada Dioscorea spp
No
|
Jenis pengujian (%)
|
Hasil pengujian
|
||||
D.alata
ungu (dalamnya putih)
|
D.alata
ungu (dalamnya ungu)
|
D.alata
Putih
|
D.alata
Tiang
|
D.hispida
|
||
1
|
Kadar air
|
82.27
|
89.73
|
83.20
|
69.26
|
79.06
|
2
|
Kadar abu
|
0.21
|
0.62
|
0.51
|
0.56
|
0.75
|
3
|
Kadar abu tak larut asam
|
0.01
|
0.55
|
0.02
|
0.06
|
0.07
|
4
|
Kadar serat
|
1.48
|
0.67
|
0.76
|
0.98
|
1.00
|
5
|
Kadar pati
|
12.35
|
10.93
|
17.80
|
3.2
|
15.26
|
6
|
Kadar lemak
|
1.03
|
0.82
|
0.76
|
0.85
|
1.2
|
7
|
Î’-caroten
|
Tidak terdeteksi
|
Tidak terdeteksi
|
Tidak terdeteksi
|
Tidak terdeteksi
|
Tidak dilakukan
|
8
|
Kadar protein
|
0.91
|
1.36
|
2.09
|
1.34
|
2.66
|
9
|
Gluten
|
0
|
Tidak dilakukan
|
0
|
0
|
0
|
Sumber : Wulandari,
2009.
B.
Mie
Mie
dibuat dengan mesin khusus, tetapi juga bisa dibuat tanpa mesin. Proses
pembuatan mie tanpa mesin memerlukan latihan yang cukup lama. Adonan tepung
terigu atau tepung yang lain ditarik, dibanting dan dipelintir hingga terbentuk
mie yang panjang. Di negara asalnya, mie diyakini sebagai lambang panjang umur.
Uniknya, agar harapan umur panjang bisa terkabul, konon mie harus dimakan tanpa
memotong helaiannya yang panjang. Jadi cukup digulung dengan garpu atau sumpit
(Pratitasari, 2007).
Mie
yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie dengan warna kuning, bentuk khas
mie yaitu berupa pilinan panjang yang dapat mengembang sampai batas tertentu
dan lenting serta kalau direbus tidak banyak padatan yang hilang. Semua ini
termasuk sifat fisik mie yang sangat menentukan terhadap penerimaan konsumen
(Setianingrum dan Marsono, 1999).
1. Jenis-jenis
mie
Walaupun
pada prinsipnya mie dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasaran dikenal
beberapa jenis mie seperti mie segar/mentah (raw chinese noodle), mie basah (boiled
noodle), mie kering (steam and fried
noodle), dan mie instant (instant
noodle).
a.
Mie Mentah
Mie
mentah adalah mie yang tidak mengalami proses tambahan setelah pemotongan dan
mengandung air sekitar 35%. Oleh karena itu, mie ini cepat rusak. Penyimpanan
dalam refrigerator dapat
mempertahankan kesegaran mie ini hingga 50-60 jam. Setelah masa simpan
tersebut, warna mie akan menjadi gelap.
b.
Mie Basah
Mie
basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan
dan sebelum dipasarkan. Kadar airnya dapat mencapai 52% sehingga daya tahan
simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di Indonesia, mie basah
dikenal sebagai mie kuning atau mie bakso.
c.
Mie Kering
Mie
kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai
8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari
atau dengan oven. Karena bersifat kering, maka mie ini mempunyai daya simpan
yang relatif panjang dan mudah penanganannya. Mie kering sebelum dipasarkan
biasanya ditambahkan telur segar atau tepung telur sehingga mie ini dikenal
dengan nama mie telur. Penambahan telur ini merupakan variasi sebab secara umum
mie oriental tidak mengandung telur. Di Amerika Serikat, penambahan telur
merupakan suatu keharusan karena mie kering harus mengandung air kurang dari
13% dan padatan telur lebih dari 5,5%.
d.
Mie Instant
Dalam
Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mie instant didefenisikan
sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan makanan tambahan yang diizinkan,
berbentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air
mendidih paling lama 4 menit. Mie instant dikenal sebagai mie ramen. Mie ini
dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mie segar. Tahap-tahap
tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan. Kadar air mie instant
umumnya mencapai 5-8% sehingga memiliki daya simpan yang cukup lama.
(Astawan,
2006).
1. Bahan-bahan
pembuat mie basah
a. Tepung
Terigu
Tepung
terigu yang digunakan sebaiknya yang mengandung
gluten 8-12%. Tepung terigu ini tergolong medium hard flour di pasaran dikenal sebagai Segitiga Biru atau Gunung Bromo. Gluten adalah protein yang terdapat pada terigu. Gluten bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang dihasilkan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
gluten 8-12%. Tepung terigu ini tergolong medium hard flour di pasaran dikenal sebagai Segitiga Biru atau Gunung Bromo. Gluten adalah protein yang terdapat pada terigu. Gluten bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang dihasilkan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
b. Telur
Secara
umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan
menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus-putus. Putih
telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mie waktu pemasakan. Penggunaan
putih telur harus secukupnya saja karena pemakaian yang berlebihan akan
menurunkan kemampuan mie menyerap air (daya dehidrasi) waktu direbus (Astawan,
2006).
c. Garam
Dalam
pembuatan mie, penambahan garam dapur berfungsi member rasa, memperkuat tekstur
mie, meningkatkan fleksibilitas, dan elastisitas mie serta untuk mengikat air.
Selain itu garam dapur dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amylase
sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan.
d. Soda
abu (Natrium karbonat dan kalium karbonat)
Soda
abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat (perbandingan
1:1). Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan fleksibilitas
dan elastisitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat
kenyal (Astawan 2006).
e. Air
Air
berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan
mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang
digunakan harus air yang memenuhi persyaratn air minum, yaitu tidak berwarna,
tidak berbau, dan tidak berasa (Astawan, 2006).
2. Metode
Pembuatan Mie
a. Pencampuran
Proses
pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, membuatnya merata
dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk jaringan glutein dengan
meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik faktor yang harus diperhatikan
adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan temperature (Sunaryo,
1985).
Mixing berfungsi untuk mencampur secara
homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan
protein, membentuk dan melunakkan glutein hingga tercapai adonan yang kalis.
Adapun yang dimaksud kalis adalah pencapaian pengadukan maksimum sehingga
terbentuk permukaan film pada adonan. Tanda-tanda adonan telah kalis adalah
jika adonan tidak lagi menempel di wadah atau di tangan atau saat adonan
dilebarkan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
b. Pembentukan
lembaran
Adonan
yang sudah kalis sebagian dimasukkan ke dalam mesin pembuat mie untuk
mendapatkan lembaran-lembaran. Pembentukan lembaran ini diulang beberapa kali
untuk mendapatkan lembaran yang
tipis (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
tipis (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
c. Pembentukan
mie
Proses
pembentukan mie ini umumnya sudah dilakukan dengan alat pencetak mie (roll press) yang digerakkan tenaga
listrik. Alat ini mempunyai dua rol. Rol pertama berfungsi untuk menipiskan
lembaran mie dan rol kedua berfungsi untuk mencetak mie. Pertama-tama lembaran
mie masuk ke rol pertama kemudian masuk ke rol kedua. Mie yang keluar dari rol
pencetak dipotong tiap 1 m dengan menggunakan gunting (Astawan, 2006).
Teknologi
pembuatan mie instan jagung secara umum terdiri dari proses pencampuran,
pengukusan, pencetakan & pemotongan, dan
pengeringan (Anonim, 2010).
pengeringan (Anonim, 2010).
Volume
air yang digunakan untuk pembuatan adonan mie kering adalah 60%. Presentasi air
terbaik untuk pembuatan adonan mie basah yaitu
sebanyak 60% (Datu, D.Y.R., M. Bilang dan S.D. Amrullah/mempelajari pengolahan mie dari campuran tepung sagu dan tepung jagung).
sebanyak 60% (Datu, D.Y.R., M. Bilang dan S.D. Amrullah/mempelajari pengolahan mie dari campuran tepung sagu dan tepung jagung).
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat
Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2012 di Laboratorium Pengolahan
Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
B.
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, grinder, baskom, blower,
pencetak mie, panci, kompor, ayakan, sendok, oven, stopwatch, desikator, timbangan
analitik, erlenmeyer, gelas kimia, parut, cawan, stopwatch, cawan porselin, pendingin balik, lumpang, mangkok,
soxhlet dan perangkatnya, kjhedhal dan perangkatnya, tanur, gegep, dan pendingin balik.
Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi gadung, tepung terigu cap
segitiga biru, minyak goreng sunco, garam, aquadest, aluminium foil, alkohol,
kertas saring, khloroform, HCl, NaOH, tissu roll, air bersih, telur, soda abu.
C.
Metode Penelitian
1. Pembuatan
tepung gadung
Umbi
gadung dikupas kemudian diparut. Setelah itu, direndam dengan larutan garam
7,5% selama 72 jam (perlakuan terbaik penelitian
Muljo Hardjo, 2010). Kemudian ditiriskan dan dikeringkan dengan oven pada
suhu 600C selama 24 jam. Dihaluskan dengan grinder kemudian diayak dengan ukuran partikel 75 mesh.
Muljo Hardjo, 2010). Kemudian ditiriskan dan dikeringkan dengan oven pada
suhu 600C selama 24 jam. Dihaluskan dengan grinder kemudian diayak dengan ukuran partikel 75 mesh.
2. Penelitian
Pendahuluan
Penelitian
ini bertujuan untuk menentukan volume air yang digunakan dalam pembentukan adonan
dan untuk menentukan metode yang tepat dalam pembuatan mie kering.
Hasil
dari penelitian pendahuluan adalah volume air yang digunakan dalam pembentukan
adonan berbeda untuk setiap perlakuan. Volume air yang digunakan dalam
pembentukan adonan dari formulasi tepung gadung 100% adalah 140%, formulasi
tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% yaitu 120%, serta untuk formulasi
tepung gadung 60% dan tepung terigu 40% menggunakan air dengan volume 100%.
Penggunaan air yang berbeda ini karena adanya perbedaan jumlah tepung gadung
yang digunakan. Semakin banyak tepung gadung yang digunakan, semakin banyak air
yang dibutuhkan dalam pembentukan adonan.
Metode
yang tepat adalah dibuat adonan sampai kalis, didiamkan dalam plastik selama 15
menit, dibuat lembaran, dikukus selama 15 menit, didiamkan selama 5 menit,
digiling menjadi lembaran mie, dan dikeringkan sampai kadar air 8-10%.
3. Pembuatan
Mie Kering
Prosedur
pembuatan mie kering adalah sebagai berikut.
a.
Semua
bahan diukur sesuai yang dibutuhkan.
b.
Dilakukan
pencampuran bahan sampai homogen.
c.
Dibuat
lembaran tipis kemudian dikukus
d.
Lembaran-lembaran
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rol pencetak mi.
e.
Untaian
mie tersebut kemudian dikeringkan dalam blower pada suhu 600C sampai
kadar air 8-10%.
f.
Dilakukan
analisa total pati, uji elastisitas mie, uji sensori meliputi rasa, warna,
aroma, dan tekstur.
D.
Perlakuan Penelitian
Perlakuan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
M1
= Tepung gadung 100%
M2
= Tepung gadung 80% + tepung terigu 20%
M3
= Tepung gadung 60% + tepung terigu 40%
E.
Parameter Pengamatan
1. Kadar
air (Sudarmadji dkk, 1997)
Contoh
dihaluskan dan ditimbang sebanyak 2 gram dalam aluminium foil yang telah
diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C
selama 4 jam. Kemudian didinginkan di
dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Selanjutnya dipanaskan kembali
selama 30 menit, didinginkan kembali di dalam desikator dan ditimbang.
Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstant. Penguarangan berat
merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan, dengan perhitungan.
2. Kadar
Protein (Sudarmadji dkk, 1997)
Sejumlah
kecil contoh ditimbang kurang lebih 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam labu
khjedhal 100 ml kemudian ditambahkan kurang lebih 1 gram selenium dan 10 ml H2S04
pekat (teknis). Labu khjedhal bersama isinya digoyangkan sampai semua
contoh terbasahi dengan H2S04. Kemudian didekstruksi
dalam lemari asam sampai jernih dan dibiarkan dingin kemudian tuang ke dalam
labu ukur 100 ml dan dibilas dengan air suling. Setelah itu dibiarkan dingin
kemudian diimpitkan pada tanda garis dengan air suling.
Disiapkan
penampung yang terdiri dari 10 ml H3BO3 2% dan 4 tetes
larutan indikator campuran dalam Erlenmeyer 100 ml. Dipipet 5 ml larutan NaOH
30% dan 100 ml air suling hingga volume penampung menjadi lebih kurang 50 ml.
setelah itu dibilas ujung penyuling dengan air suling kemudian penampung
bersama isinya dititrasi dengan larutan HCl atau H2S04 0,0222
N.
Dimana V1 =
volume titrasi contoh
N = normalitas 0,0142 N
P = faktor pengenceran 100/5
3. Kadar
Karbohidrat
Ada
beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan
karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara
perhitungan kasar (proximate analysis)
atau juga disebut Carbohydrate by Difference.
Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah
suatu analisis di mana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui
bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan, sebagai berikut.
%karbohidrat = 100% -
%(protein+lemak+abu+air)
Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah
penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, dan hasilnya ini
biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan (Winarno, 2004).
4. Kadar
Lemak
Ditimbang
dengan teliti 1 g sampel, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala 10
ml, ditambahkan kloroform mendekati skala.
Kemudian ditutup rapat, dikocok dan dibiarkan semalam, lalu dikocok hingga
homogen kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam tabung reaksi Dipipet 5 ml ke dalam cawan yang telah
diketahui beratnya (a gram) lalu
diovenkan suhu 1000C selama tiga jam. Dimasukkan kedalam desikator ± 30 menit kemudian ditimbang (b gram). Dihitung kadar lemak kasar dengan rumus sebagai berikut :
Dimana
P = pengenceran (10/5 = 2)
5. Uji
Organoleptik
Parameter
uji organoleptik yang digunakan meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur.
Metode pengujian yang digunakan adalah metode hedonik (uji kesukaan) dengan
skala 1-9 yaitu (1) amat sangat tidak suka, (2) sangat tidak suka, (3) tidak
suka, (4) kurang suka, (5) biasa, (6) agak suka, (7) suka, (8) sangat suka, dan
(9) amat sangat suka. Panelis diminta untuk memberikan penilaian menurut
tingkat kesukaannya.
F.
Pengolahan Data
Rancangan
percobaan pada penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif terhadap
parameter pengamatan dan rancangan acak lengkap kemudian dilanjutkan dengan uji
BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan tiga kali ulangan.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mie
kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai
8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari
atau dengan oven. Karena bersifat kering, maka mie ini mempunyai daya simpan
yang relatif panjang dan mudah
penanganannya (Astawan, 2006).
penanganannya (Astawan, 2006).
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa formulasi tepung terigu dan tepung gadung yang
berbeda dalam pembuatan produk mie kering berpengaruh terhadap kadar protein,
karbohidrat dan total abu produk tersebut. Hal tersebut juga berpengaruh
terhadap hasil uji organoleptik metode hedonik.
Hasil
analisa proksimat dari umbi dan tepung gadung dapat dilihat dalam tabel 3
berikut ini.
Tabel 3.
Tabel Hasil Analisa Proksimat Umbi dan Tepung Gadung
No
|
Kandungan
|
Umbi
(%)
|
Tepung (%)
|
1
|
Karbohidrat
|
15,54
|
66,20
|
2
|
Protein
|
1,46
|
1,99
|
3
|
Lemak
|
1,46
|
15,51
|
4
|
Kadar
Air
|
80,87
|
14,42
|
5
|
Kadar
Abu
|
0,67
|
1,88
|
Sumber : Data
Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012.
1. Protein
Protein
merupakan suatu zat gizi yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini di
samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Gambar 1 menunjukkan bahwa kisaran
kadar protein produk mie kering yang dihasilkan
adalah 5,31%-9,19%. Perlakuan formulasi tepung gadung 100% mempunyai kadar protein terendah yaitu sebesar 5,31% sedangkan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40% mempunyai kadar protein tertinggi yaitu sebesar 9,19%. Hasil analisa kadar protein kering berbagai perlakuan dapat dilihat dalam gambar 1.
adalah 5,31%-9,19%. Perlakuan formulasi tepung gadung 100% mempunyai kadar protein terendah yaitu sebesar 5,31% sedangkan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40% mempunyai kadar protein tertinggi yaitu sebesar 9,19%. Hasil analisa kadar protein kering berbagai perlakuan dapat dilihat dalam gambar 1.
Hasil
analisis sidik ragam (lampiran 01) menunjukkan bahwa penambahan tepung terigu
berpengaruh sangat nyata terhadap kadar protein mie kering yang dihasilkan.
Setelah uji lanjut menggunakan BNT, hasilnya menunjukkan bahwa kadar protein
mie kering dengan formulasi 100% tepung gadung berbeda sangat nyata terhadap
perlakuan lainya yaitu formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% serta
formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin banyak
tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie kering, maka kadar protein
semakin meningkat. Hal ini terjadi karena tepung terigu yang digunakan
mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung gadung.
Gambar
1. Hasil analisa kadar protein mie
kering berbagai perlakuan.
2. Kadar
Lemak
Hasil
analisa kadar lemak mie kering dari ketiga perlakuan dapat dilihat dalam gambar 2. Kisaran kadar lemak mie kering
yang dihasilkan
adalah 0,94%-1,24%. Kadar lemak tertinggi pada perlakuan formulasi 100% tepung gadung sebesar 1,24%, sedangkan terendah pada perlakuan formulasi tepung gadung 50% dan tepung terigu 40%.
adalah 0,94%-1,24%. Kadar lemak tertinggi pada perlakuan formulasi 100% tepung gadung sebesar 1,24%, sedangkan terendah pada perlakuan formulasi tepung gadung 50% dan tepung terigu 40%.
Gambar
2. Hasil analisa kadar lemak mie kering berbagai perlakuan
Hasil
analisa proksimat (lampiran 02) menunjukkan bahwa kadar lemak mie kering tidak
berbeda nyata di antara ketiga perlakuan. Formulasi tepung gadung dengan tepung
terigu yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak mie kering.
Tepung terigu yang digunakan mempunyai kadar lemak rendah.
3. Kadar
air
Kadar
air berpengaruh terhadap masa simpan dan tekstur produk. Mie kering mempunyai
masa simpan yang relatif panjang karena mempunyai kadar air yang rendah yaitu
sekitar 8-10%. Menurut Astawan (2006), mie kering adalah mie mentah yang telah
dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Kisaran kadar air produk mie
kering yang dihasilkan adalah 9,59%-10,67%. Kadar air terendah pada produk mie
kering dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%,
sedangkan kadar air tertinggi pada perlakuan formulasi tepung gadung 100%.
Hasil analisa kadar air mie kering berbagai perlakuan dapat dilihat dalam
gambar 3.
Gambar
3. Hasil analisa kadar air mie kering berbagai perlakuan
Hasil analisis sidik ragam (lampiran
3) menunjukkan bahwa formulasi tepung gadung dan tepung terigu yang berbeda
dalam pembuatan mie kering tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air produk
tersebut. Hal ini karena pengeringan yang dilakukan untuk semua perlakuan
bertujuan untuk menghasilkan mie kering dengan kadar air 8-10%.
4. Kadar
abu
Sebagian
besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air.
Sisanya terdiri dari unsure-unsur mineral yang dikenal juga dengan kadar abu.
Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur
(Winarno, 2004). Kisaran kadar abu produk mie kering adalah 2,94%-3,69%. Kadar
abu terendah pada mie kering dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan
tepung terigu 40%, sedangkan kadar abu tertinggi pada mie kering dengan
formulasi tepung gadung 100%. Hasil analisa kadar abu mie kering berbagai
perlakuan dapat dilihat dalam gambar 4.
Gambar
4. Hasil analisa kadar abu mie kering berbagai perlakuan
Hasil
analisis sidik ragam (lampiran 4) menunjukkan bahwa
formulasi tepung gadung dan tepung terigu yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kadar abu mie kering yang dihasilkan. Hasil uji lanjut
menggunakan BNT menunjukkkan bahwa kadar abu mie kering dari formulasi tepung gadung 100% berbeda nyata dengan mie kering dari perlakuan formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% serta formulasi tepung
gadung 60% dan tepung terigu 40%. Kadar abu mie kering dari perlakuan formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% tidak berbeda
nyata dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung
terigu 40%. Dapat disimpulkan bahwa formulasi tepung gadung 100% dapat menghasilkan kadar abu mie kering yang tinggi yaitu sebesar 3,69%. Hal ini karena tepung gadung mempunyai kadar abu yang tinggi dibandingkan dengan tepung terigu yaitu sebesar 1,88%.
formulasi tepung gadung dan tepung terigu yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kadar abu mie kering yang dihasilkan. Hasil uji lanjut
menggunakan BNT menunjukkkan bahwa kadar abu mie kering dari formulasi tepung gadung 100% berbeda nyata dengan mie kering dari perlakuan formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% serta formulasi tepung
gadung 60% dan tepung terigu 40%. Kadar abu mie kering dari perlakuan formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% tidak berbeda
nyata dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung
terigu 40%. Dapat disimpulkan bahwa formulasi tepung gadung 100% dapat menghasilkan kadar abu mie kering yang tinggi yaitu sebesar 3,69%. Hal ini karena tepung gadung mempunyai kadar abu yang tinggi dibandingkan dengan tepung terigu yaitu sebesar 1,88%.
5. Karbohidrat
Karbohidrat
merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia. Khususnya
bagi penduduk Negara yang sedang berkembang. Karbohidrat juga mempunyai peranan
penting dalam menentukan karakteristik bahan pangan misalnya rasa, warna, tekstur,
dan lain-lain (Winarno, 2004). Kisaran kadar karbohidrat produk mie kering yang
dihasilkan
adalah 77,34%-79,09%. Kadar karbohidrat terendah adalah mie kering dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%, sedangkan kadar karbohidrat tertinggi adalah mie kering dari perlakuan tepung gadung 100%. Hasil analisa kadar karbohidrat mie kering berbagai perlakuan dapat dilihat dalam gambar 5.
adalah 77,34%-79,09%. Kadar karbohidrat terendah adalah mie kering dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%, sedangkan kadar karbohidrat tertinggi adalah mie kering dari perlakuan tepung gadung 100%. Hasil analisa kadar karbohidrat mie kering berbagai perlakuan dapat dilihat dalam gambar 5.
Gambar 5. Hasil
analisa kadar karbohidrat mie kering berbagai perlakuan
Hasil
analisis sidik ragam (lampiran 5) menunjukkan bahwa formulasi tepung gadung dan
tepung terigu yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat mie
kering yang dihasilkan. Hasil uji lanjut dengan BNT menunjukkan bahwa kadar
karbohidrat mie kering dari formulasi tepung gadung 100% berbeda nyata dengan
mie kering dari perlakuan formulasi tepung
gadung 80% dan tepung terigu 20% serta formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%. Kadar karbohidrat mie kering dari perlakuan formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% tidak berbeda nyata dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%. Dapat disimpulkan bahwa formulasi tepung gadung 100% dapat menghasilkan kadar karbohidrat mie kering yang tinggi yaitu sebesar 79,09%. Hal ini karena tepung gadung mempunyai kadar karbohidrat yang tinggi dibandingkan dengan tepung terigu yaitu sebesar 66,20%.
gadung 80% dan tepung terigu 20% serta formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%. Kadar karbohidrat mie kering dari perlakuan formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% tidak berbeda nyata dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%. Dapat disimpulkan bahwa formulasi tepung gadung 100% dapat menghasilkan kadar karbohidrat mie kering yang tinggi yaitu sebesar 79,09%. Hal ini karena tepung gadung mempunyai kadar karbohidrat yang tinggi dibandingkan dengan tepung terigu yaitu sebesar 66,20%.
6. Uji
Organoleptik
Hasil
uji organoleptik terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur mie kering dapat
dilihat dalam gambar 6.
Gambar 6. Hasil
analisa kadar karbohidrat mie kering berbagai perlakuan
a. Warna
Warna
pada makanan dapat disebabkan oleh beberapa sumber diantaranya pigmen, pengaruh
panas pada gula (karamel), adanya reaksi antara gula dan asam amino (Maillard),
dan adanya pencampuran bahan
lain (Winarno, 1997). Warna adalah kesan pertama yang ditangkap panelis sebelum mengenali rangsangan-rangsangan yang lain. Warna sangat penting untuk segala jenis makanan karena mempengaruhi tingkat penerimaan panelis. Hasil uji sensori terhadap warna mie kering dapat dilihat dalam gambar 6.
lain (Winarno, 1997). Warna adalah kesan pertama yang ditangkap panelis sebelum mengenali rangsangan-rangsangan yang lain. Warna sangat penting untuk segala jenis makanan karena mempengaruhi tingkat penerimaan panelis. Hasil uji sensori terhadap warna mie kering dapat dilihat dalam gambar 6.
Penilaian
terhadap parameter warna pada gambar 6 menunjukkan bahwa mie kering dari ketiga
perlakuan mempunyai nilai yang hamper sama. Hal ini didukung dari hasil
analisis sidik ragam (lampiran 06b) bahwa warna mie kering tidak berbeda nyata
di antara ketiga perlakuan. Dapat disimpulkan bahwa panelis agak menyukai warna
mie kering dari ketiga perlakuan. Hal ini karena warna mie kering yang
dihasilkan tidak jauh beda dengan mie kering yang sering panelis konsumsi yaitu
agak kekuningan.
1. Aroma
Aroma merupakan faktor penting
dalam menentukan tingkat penerimaan konsumen pada suatu bahan, aroma banyak
menentukan kelezatan bahan makanan,
biasanya seseorang dapat
menilai lezat tidaknya suatu
bahan makanan dari aroma yang diimbulkan. Hasil uji organoleptik terhadap aroma
dapat dilihat pada gambar 6.
Penilaian terhadap aroma pada
gambar 6 menunjukkan bahwa mie kering dari ketiga perlakuan mempunyai nilai
yang hampir sama. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 07b) menunjukkan bahwa respon panelis
terhadap aroma mie kering yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Panelis agak
menyukai aroma mie kering dari ketiga perlakuan.
2. Rasa
Rasa merupakan sensasi yang
diproduksi oleh material yang dimasukkan ke dalam mulut, dirasakan prinsipnya
oleh indera perasa dalam mulut. Menurut Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan
komponen rasa lain yaitu komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin
peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (test
compensation). Hasil analisa organoleptik terhadap rasa mie kering dapat
dilihat dalam gambar 6.
Penilaian terhadap rasa mie kering dalam gambar 6 menunjukkan
bahwa rasa mie kering dari ketiga perlakuan mempunyai nilai yang hampir sama. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 8b) menunjukkan bahwa respon
panelis tidak berbeda nyata terhadap rasa mie kering dari ketiga perlakuan.
Panelis agak menyukai rasa mie kering tersebut dari semua perlakuan.
3. Tekstur
Tekstur suatu bahan merupakan
salah satu sifat fisik dari bahan pangan yang penting. Tekstur suatu bahan
merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan yang penting. Hal ini
berhubungan dengan rasa pada waktu mengunyah bahan tersebut (Rampengan, 1985).
Tekstur merupakan salah satu
atribut mutu yang penting, kadang-kadang lebih penting dari pada bau, rasa, dan
warna. Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada
waktu digigit, dikunyah, dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari (Kartika, et all., 1988).
Penilaian
terhadap tekstur mie kering pada gambar 6 menunjukkan bahwa tekstur mie kering
mempunyai penilaian yang sama. Hasil analisa proksimat (lampiran 9b)
menunjukkan bahwa respon panelis terhadap tekstur mie kering tidak berbeda
nyata diantara ketiga perlakuan. Panelis agak menyukai mie kering tersebut dari
semua perlakuan.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Proses
pengolahan mie kering dari tepung umbi gadung adalah pembuatan adonan,
pembuatan lembaran tipis, pengukusan, pendinginan, pencetakan dan pengeringan.
2.
Respon
panelis terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur mie kering tidak berbeda nyata
yaitu agak suka di antara ketiga perlakuan.
3.
Kadar
air dan kadar lemak tidak berbeda nyata diantara ketiga perlakuan.
4.
Kadar
protein tertinggi mie kering pada perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan
tepung terigu 40%.
5.
Kadar
abu dan karbohidrat tertinggi mie kering pada perlakuan formulasi tepung gadung
100%.
B. Saran
Parameter
untuk penelitian selanjutnya adalah elastisitas mie gadung. Dan sebaiknya
dilakukan pembuatan mie gadung dalam industri kecil.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim,
2010. Mie Jagung. b http://seafast.ipb.ac.id/research.
Akses Tanggal 16 November 2011. Makassar.
Anonim,
2011. Gadung. http://id.wikipedia.org. Akses
Tanggal 12 September 2011. Makassar.
Tanggal 12 September 2011. Makassar.
Apriyantono,
Anton., Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarmawati, dan Slamet Budiyanto,
1989. Analisa Pangan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
AntarUniversitas Pangan dan Gizi Instituit Pertanian Bogor, Bogor.
Astawan,
M., 2006. Membuat Mie dan Bihun.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Hardjo,
Muljo. 2010. Pembuatan Tepung Gadung
(Diocorea Hispida Dennst) Bebas Sianida Dengan Merendam Parutan Umbi
Dalam Larutan Garam. http://www.ut.ac.id. Akses
Tanggal 14 Oktober 2011.
Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono, 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Mudjajanti,E.S.
dan L.N. Yulianti, 2004. Membuat Aneka
Roti. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pratitasari,
2007. Mengenal mie, Yuk!! Kompas, 25 Februari 2007.
Rampengan,
V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1885. Dasar-dasar
Pengawasn Mutu Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia
Bagian Timur, Ujung Pandang.
Robsons, J.,
1976. Some Introductory Thoughts On
Intermediate Moisture Foods. Dalam
Davies, K., G.G. Birch and K.J. Parker. Intermediate
Mosture Food. Aplied Science Publ, Ltd,
London.
Rukmana,
Rahmat. 2001. Aneka
Kripik Umbi. Kanisius, Yogyakarta.
Setianingrum,
A.W. dan Marsono, 1999. Pengkayaan vitamin A dan vitamin E dalam Pembuatan Mie
instant Menggunakan Minyak Sawit Merah. Kumpulan Penelitian Terbaik Bogasari
1998-2001, Jakarta.
Sudarmadji,
S., Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur
Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa, Bandung.
Sunaryo, E.,
1985. Pengolahan
Produk Serealia dan Biji-bijian.
Fateta-IPB, Bogor.
Widyaningsih,
T.B.dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif
Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya.
Wulandari,
Dyah Retno. 2009. Pengembangan dioscorea spp. Sebagai bahan pangan
fungsional bebas gluten dan konservasinya secara in vitro : dipa. http://www.biotek.lipi.go.id. Akses Tanggal 26 September 2011.
Winarno, F.G. 1993. Pangan
Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 01a. Tabel Hasil Analisa
Kadar Protein Mie Kering
NO
|
PERLAKUAN
|
ULANGAN I
|
ULANGAN II
|
ULANGAN III
|
1
|
UMBI
|
1.35
|
1.59
|
1.44
|
2
|
TEPUNG
|
2.14
|
1.98
|
1.86
|
3
|
MIE I
|
5.36
|
5.17
|
5.39
|
4
|
MIE II
|
7.01
|
7.25
|
7.22
|
5
|
MIE III
|
9.36
|
9.31
|
8.91
|
Sumber : Data Hasil Penelitian
Studi Pembuatan Mie Kering, 2012
Lampiran 01b. Tabel Hasil Analisa
Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
Terhadap Kadar Protein Mie Kering
Sumber Keragaman
|
db
|
JK
|
KT
|
F Hitung
|
F tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
2
|
22.68
|
11.34
|
246.03(**)
|
6.59
|
16.59
|
Galat
|
4
|
0.18
|
0.05
|
|
|
|
Ket : Berbeda sangat nyata pada
taraf 1%.
Lampiran 01c. Hasil Uji Lanjut
BNT terhadap Kadar Protein Mie Kering
perlakuan
|
Rerata
|
BNT1%
|
I
|
5.31
|
a
|
II
|
7.16
|
b
|
III
|
9.19
|
c
|
Lampiran 02a. Tabel Hasil Analisa
Kadar Lemak Mie Kering
NO
|
PERLAKUAN
|
ULANGAN I
|
ULANGAN II
|
ULANGAN III
|
1
|
UMBI
|
1.49
|
1.43
|
1.46
|
2
|
TEPUNG
|
16.08
|
14.76
|
15.68
|
3
|
MIE I
|
1.17
|
1.35
|
1.21
|
4
|
MIE II
|
1.3
|
0.96
|
1.23
|
5
|
MIE III
|
0.85
|
0.96
|
1.01
|
Sumber : Data Hasil Penelitian
Studi Pembuatan Mie Kering, 2012
Lampiran 02b. Tabel Hasil Analisa
Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
Terhadap Kadar Lemak Mie Kering
Sumber Keragaman
|
Db
|
JK
|
KT
|
F Hitung
|
F tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
2
|
0.15
|
0.07
|
3.10(tn)
|
6.94
|
18
|
Galat
|
4
|
0.10
|
0.02
|
|
|
|
Ket : Tidak Beda Nyata
Lampiran 03a. Tabel Hasil Analisa
Kadar Kadar Air Mie Kering
NO
|
PERLAKUAN
|
ULANGAN I
|
ULANGAN II
|
ULANGAN III
|
1
|
UMBI
|
80.65
|
80.85
|
81.12
|
2
|
TEPUNG
|
16.17
|
12.56
|
14.52
|
3
|
MIE I
|
10.73
|
10.62
|
10.67
|
4
|
MIE II
|
10.74
|
10.56
|
10.64
|
5
|
MIE III
|
9.75
|
9.94
|
9.09
|
Sumber : Data Hasil Penelitian
Studi Pembuatan Mie Kering, 2012
Lampiran 03b. Tabel Hasil Analisa
Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
Terhadap Kadar Kadar Air Mie Kering
Sumber Keragaman
|
db
|
JK
|
KT
|
F Hitung
|
F Tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
2
|
33.08
|
16.54
|
1.04(tn)
|
6.94
|
18
|
Galat
|
4
|
63.48
|
15.87
|
|
|
|
Ket : Tidak Beda Nyata
Lampiran 04a. Tabel Hasil Analisa
Kadar Kadar Abu Mie Kering
NO
|
PERLAKUAN
|
ULANGAN I
|
ULANGAN II
|
ULANGAN III
|
1
|
UMBI
|
0.65
|
0.7
|
0.67
|
2
|
TEPUNG
|
1.63
|
2.05
|
1.95
|
3
|
MIE I
|
3.51
|
3.98
|
3.59
|
4
|
MIE II
|
3.19
|
3.25
|
3.24
|
5
|
MIE III
|
2.86
|
3.04
|
2.92
|
Sumber : Data Hasil Penelitian
Studi Pembuatan Mie Kering, 2012
Lampiran 04b. Tabel Hasil Analisa
Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
Terhadap Kadar Kadar Abu
Mie Kering
Sumber Keragaman
|
db
|
JK
|
KT
|
F Hitung
|
F tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
2
|
0.87
|
0.43
|
11.94(*)
|
6.94
|
18
|
Galat
|
4
|
0.15
|
0.04
|
|
|
|
Ket : Beda nyata pada taraf 5%
Lampiran 04c. Hasil Uji BNT
terhadap Kadar Abu Mie Kering
Perlakuan
|
rerata
|
BNT 5%
|
I
|
3.69
|
a
|
II
|
3.23
|
b
|
III
|
2.94
|
b
|
Lampiran 5a. Tabel Hasil Analisa
Kadar Karbohidrat Mie Kering
Perlakuan
|
ulangan 1
|
ulangan 2
|
ulangan 3
|
TOTAL
|
Rerata
|
I
|
79.23
|
78.88
|
79.14
|
237.25
|
79.08
|
II
|
77.76
|
77.98
|
77.67
|
233.41
|
77.80
|
III
|
77.18
|
76.75
|
78.07
|
232
|
77.33
|
TOTAL
|
234.17
|
233.61
|
234.88
|
702.66
|
234.22
|
Rerata
|
78.06
|
77.87
|
78.29
|
234.22
|
78.07
|
Sumber : Data Hasil Penelitian
Studi Pembuatan Mie Kering, 2012.
Lampiran 05b. Tabel Hasil Analisa
Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
Terhadap Kadar Karbohidrat Mie Kering
sumber keragaman
|
db
|
JK
|
KT
|
F Hitung
|
F Tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
2
|
4.92
|
2.46
|
9.62(*)
|
6.94
|
18
|
Galat
|
4
|
1.02
|
0.26
|
|
|
|
Ket : Beda nyata pada taraf 5%
Lampiran 05c. Hasil Uji BNT
terhadap Kadar Karbohidrat Mie Kering
Perlakuan
|
rerata
|
BNT 5%
|
I
|
79,08
|
A
|
II
|
77,80
|
B
|
III
|
77,33
|
B
|
Lampiran 06a. Tabel Hasil Uji Organoleptik Terhadap Warna Pada Mie Kering
Panelis
|
Mie I
|
Mie II
|
Mie III
|
Total
|
1
|
5
|
6
|
8
|
19
|
2
|
4
|
6
|
7
|
17
|
3
|
8
|
7
|
7
|
22
|
4
|
7
|
7
|
4
|
18
|
5
|
7
|
8
|
7
|
22
|
6
|
4
|
7
|
8
|
19
|
7
|
6
|
8
|
7
|
21
|
8
|
5
|
6
|
6
|
17
|
9
|
4
|
7
|
7
|
18
|
10
|
6
|
7
|
5
|
18
|
11
|
8
|
6
|
5
|
19
|
12
|
8
|
8
|
7
|
23
|
Total
|
72
|
83
|
78
|
233
|
Sumber : Data Hasil Penelitian
Studi Pembuatan Mie Kering, 2012.
Lampiran 06b. Tabel Hasil Analisa
Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
Terhadap Warna Mie Kering
SR
|
db
|
JK
|
KT
|
F Hitung
|
F 1%
|
F 5%
|
Contoh
|
2
|
5.06
|
2.53
|
1.78(tn)
|
5.72
|
3.44
|
Panelis
|
11
|
15.64
|
1.42
|
|
|
|
Error
|
22
|
36.28
|
|
|
|
|
Total
|
35
|
56.97
|
|
|
|
|
Ket : Tidak Berbeda Nyata Pada
Taraf 5%
Lampiran 07a. Tabel Hasil
Uji Organoleptik Terhadap Aroma Pada Mie
Kering
Panelis
|
Mie I
|
Mie II
|
Mie III
|
Total
|
1
|
6
|
5
|
7
|
18
|
2
|
6
|
7
|
4
|
17
|
3
|
7
|
6
|
6
|
19
|
4
|
5
|
5
|
4
|
14
|
5
|
6
|
7
|
6
|
19
|
6
|
5
|
5
|
5
|
15
|
7
|
7
|
7
|
7
|
21
|
8
|
6
|
5
|
5
|
16
|
9
|
4
|
4
|
4
|
12
|
10
|
6
|
6
|
7
|
19
|
11
|
7
|
4
|
5
|
16
|
12
|
6
|
6
|
6
|
18
|
total
|
71
|
67
|
66
|
204
|
Sumber : Data Hasil Penelitian
Studi Pembuatan Mie Kering, 2012.
Lampiran 07b. Tabel Hasil Analisa
Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
Terhadap Aroma Mie Kering
sumber keragaman
|
db
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
1%
|
5%
|
Contoh
|
2
|
1.17
|
0.58
|
0.28(tn)
|
5.72
|
3.44
|
Panelis
|
11
|
23.33
|
2.12
|
|
|
|
Galat
|
22
|
13.5
|
|
|
|
|
Total
|
35
|
38
|
|
|
|
|
Ket : Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 08a. Tabel Hasil
Uji Organoleptik Terhadap Rasa Pada Mie
Kering
Panelis
|
Mie I
|
Mie II
|
Mie III
|
Total
|
1
|
7
|
5
|
4
|
16
|
2
|
7
|
7
|
7
|
21
|
3
|
9
|
7
|
5
|
21
|
4
|
6
|
7
|
6
|
19
|
5
|
4
|
4
|
7
|
15
|
6
|
4
|
7
|
4
|
15
|
7
|
9
|
8
|
7
|
24
|
8
|
6
|
6
|
5
|
17
|
9
|
5
|
6
|
6
|
17
|
10
|
7
|
7
|
6
|
20
|
11
|
7
|
6
|
8
|
21
|
12
|
6
|
7
|
6
|
19
|
Total
|
77
|
77
|
71
|
225
|
Sumber : Data Hasil Penelitian
Studi Pembuatan Mie Kering, 2012
Lampiran 08b. Tabel Hasil Analisa
Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
Terhadap Rasa Mie Kering
sumber keragaman
|
db
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
F 1%
|
F 5%
|
contoh
|
2
|
2
|
1
|
0.38(TN)
|
5.72
|
3.44
|
panelis
|
11
|
28.75
|
2.61
|
|
|
|
galat
|
22
|
30
|
|
|
|
|
total
|
35
|
60.75
|
|
|
|
|
Ket : Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 09a. Tabel Hasil
Uji Organoleptik Terhadap Tekstur Pada
Mie Kering
Panelis
|
Mie I
|
Mie II
|
Mie III
|
Total
|
1
|
6
|
4
|
4
|
14
|
2
|
4
|
4
|
7
|
15
|
3
|
8
|
6
|
6
|
20
|
4
|
7
|
7
|
4
|
18
|
5
|
6
|
4
|
7
|
17
|
6
|
3
|
7
|
2
|
12
|
7
|
9
|
7
|
6
|
22
|
8
|
6
|
5
|
7
|
18
|
9
|
4
|
6
|
6
|
16
|
10
|
5
|
6
|
7
|
18
|
11
|
8
|
6
|
7
|
21
|
12
|
5
|
6
|
6
|
17
|
Total
|
71
|
68
|
69
|
208
|
Sumber : Data Hasil Penelitian
Studi Pembuatan Mie Kering, 2012.
Lampiran 09b. Tabel Hasil Analisa
Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
Terhadap Tekstur Mie Kering
sumber keragaman
|
db
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
F 1%
|
F 5%
|
contoh
|
2
|
0.39
|
0.19
|
0.07(TN)
|
5.72
|
3.44
|
panelis
|
11
|
30.22
|
2.75
|
|
|
|
galat
|
22
|
|
|
|
|
|
total
|
35
|
|
|
|
|
|
Ket : Tidak Berbeda Nyata
Lampiran 10. Gambar Umbi Gadung
Lampiran 11.Gambar Tepung Gadung
Lampiran 12.Gambar Mie Kering
dari Tepung Umbi Gadung
Langganan:
Postingan (Atom)