Pages

Selasa, 08 Mei 2012

skripsi perbaikan 1

                                                                                                    I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Badan Ketahanan Pangan bagian Pusat konsumsi dan keamanan pangan telah mencanangkan salah satu program peningkatan pemanfaatan pangan lokal melalui tepung-tepungan. Tujuannya untuk meningkatkan penyediaan bahan pangan lokal dari tepung-tepungan sebagai produk antara yang dapat mendukung usaha kecil bidang pangan lokal (Sinartani.com, 2011).
Indonesia kaya akan sumber daya hayati berupa serealia dan
umbi-umbian yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan
tepung-tepungan. Beberapa jenis Dioscorea yang tumbuh di Indonesia telah diketahui mempunyai kandungan karbohidrat tinggi dan sudah biasa dimanfaatkan sebagai pangan. Kadar amilosa beberapa jenis Dioscorea berkisar antara 14.0-62.3%. Tingginya kadar karbohidrat ini menunjukkan potensi Dioscorea sebagai bahan pangan alternatif yang berfungsi menggantikan tepung terigu karena bebas gluten. Meskipun kelemahannya ada beberapa jenis Dioscorea yang mempunyai kadar HCN cukup tinggi, namun dengan cara pengolahan yang baik, umbi dapat dikonsumsi (Wulandari, 2009). Salah satu jenis Dioscorea adalah umbi gadung (Dioscorin hispida Dennts). Umbi gadung dalam Bahasa Makassar disebut sikapa.
Salah satu produk yang bisa dibuat dari tepung gadung adalah mie. Mie merupakan salah satu produk yang banyak disukai oleh semua kalangan masyarakat. Ada banyak jenis-jenis mie yaitu mie basah, mie kering dan mie instant. Mie yang akan dibuat dalam penelitian ini adalah mie kering. Pembuatan mie yang selama ini kita kenal berbahan baku tepung terigu yang harus diimpor dari luar negeri. Pembuatan mie kering dari tepung umbi gadung ini merupakan salah satu cara mengurangi konsumsi tepung terigu Indonesia meskipun dalam penelitian ini masih menggunakan tepung terigu kurang dari 50%. Selain itu, sebagai pemanfaatan pangan lokal yang merupakan kekayaan alam Indonesia.

B.    Perumusan Masalah
Sifat fisik dan kimia tepung gadung dan tepung terigu berbeda sehingga pengolahannya pun akan berbeda. Selain itu, bagaimana pengaruh formulasi tepung terigu dan tepung gadung yang berbeda terhadap hasil analisis proksimat dan uji sensori mie yang dihasilkan.

C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan mie kering dari tepung umbi gadung yang tepat serta melakukan analisis proksimat dan uji sensori terhadap mie kering yang dihasilkan.
Kegunaan dari penelitian ini adalah dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang pengolahan umbi gadung menjadi tepung dan mie kering. Selain itu, dapat menjadi bahan pertimbangan bagi industry pengolahan mie.





                                                                                            II.       TINJAUAN PUSTAKA
A.    Gadung (Discorea hispida Dennst)
Gadung (Dioscorea hispida Dennst) tergolong tanaman umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat perhatian. Gadung menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya. Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam bentuk keripik meskipun rebusan gadung juga dapat dimakan. Tumbuhan gadung berbatang merambat dan memanjat, panjang 5–20 m. Arah rambatannya selalu berputar ke kiri (melawan arah jarum jam, jika dilihat dari atas). Ciri khas ini penting untuk membedakannya dari gembili (D. aculeata) yang memiliki penampilan mirip namun batangnya berputar ke kanan (Anonim, 2011).
Komposisi kimia umbi gadung dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Komposisi Kimia Umbi Gadung
Zat Gizi
Jumlah (%)
Air
78,00
Karbohidrat
18,00
Lemak
0,16
Protein
1,81
Serat Kasar
0,93
Kadar Abu
0,69
Diosgenin
0,20
Dioscinin
0,04
Sumber : Sukarsa, 2010.
Umbi gadung bila terkena kulit dapat menyebabkan gatal-gatal. Umbi gadung mengandung racun atau zat alkaloid yang disebut dioscorin (CH13H19O2N). Racun ini bila terkonsumsi dalam kadar yang rendah dapat mengakibatkan pusing-pusing (Rukmana, 2001).
Hasil analisis nutrisis dan gluten pada Dioscorea spp dapat dilihat dalam tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Hasil analisis nutrisi dan gluten pada Dioscorea spp
No
Jenis pengujian (%)
Hasil pengujian
D.alata ungu (dalamnya putih)
D.alata ungu (dalamnya ungu)
D.alata Putih
D.alata Tiang
D.hispida
1
Kadar air
82.27
89.73
83.20
69.26
79.06
2
Kadar abu
0.21
0.62
0.51
0.56
0.75
3
Kadar abu tak larut asam
0.01
0.55
0.02
0.06
0.07
4
Kadar serat
1.48
0.67
0.76
0.98
1.00
5
Kadar pati
12.35
10.93
17.80
3.2
15.26
6
Kadar lemak
1.03
0.82
0.76
0.85
1.2
7
Î’-caroten
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi
Tidak dilakukan
8
Kadar protein
0.91
1.36
2.09
1.34
2.66
9
Gluten
0
Tidak dilakukan
0
0
0
Sumber : Wulandari, 2009.

B.    Mie
Mie dibuat dengan mesin khusus, tetapi juga bisa dibuat tanpa mesin. Proses pembuatan mie tanpa mesin memerlukan latihan yang cukup lama. Adonan tepung terigu atau tepung yang lain ditarik, dibanting dan dipelintir hingga terbentuk mie yang panjang. Di negara asalnya, mie diyakini sebagai lambang panjang umur. Uniknya, agar harapan umur panjang bisa terkabul, konon mie harus dimakan tanpa memotong helaiannya yang panjang. Jadi cukup digulung dengan garpu atau sumpit (Pratitasari, 2007).


Mie yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie dengan warna kuning, bentuk khas mie yaitu berupa pilinan panjang yang dapat mengembang sampai batas tertentu dan lenting serta kalau direbus tidak banyak padatan yang hilang. Semua ini termasuk sifat fisik mie yang sangat menentukan terhadap penerimaan konsumen (Setianingrum dan Marsono, 1999).
1.   Jenis-jenis mie
Walaupun pada prinsipnya mie dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasaran dikenal beberapa jenis mie seperti mie segar/mentah (raw chinese noodle), mie basah (boiled noodle), mie kering (steam and fried noodle), dan mie instant (instant noodle).
a.     Mie Mentah
Mie mentah adalah mie yang tidak mengalami proses tambahan setelah pemotongan dan mengandung air sekitar 35%. Oleh karena itu, mie ini cepat rusak. Penyimpanan dalam refrigerator dapat mempertahankan kesegaran mie ini hingga 50-60 jam. Setelah masa simpan tersebut, warna mie akan menjadi gelap.
b.    Mie Basah
Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar airnya dapat mencapai 52% sehingga daya tahan simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di Indonesia, mie basah dikenal sebagai mie kuning atau mie bakso.



c.     Mie Kering
Mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat kering, maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya. Mie kering sebelum dipasarkan biasanya ditambahkan telur segar atau tepung telur sehingga mie ini dikenal dengan nama mie telur. Penambahan telur ini merupakan variasi sebab secara umum mie oriental tidak mengandung telur. Di Amerika Serikat, penambahan telur merupakan suatu keharusan karena mie kering harus mengandung air kurang dari 13% dan padatan telur lebih dari 5,5%.
d.    Mie Instant
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mie instant didefenisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan makanan tambahan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Mie instant dikenal sebagai mie ramen. Mie ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mie segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan. Kadar air mie instant umumnya mencapai 5-8% sehingga memiliki daya simpan yang cukup lama.
(Astawan, 2006).



1.   Bahan-bahan pembuat mie basah
a.   Tepung Terigu
Tepung terigu yang digunakan sebaiknya yang mengandung
gluten 8-12%. Tepung terigu ini tergolong medium hard flour di pasaran dikenal sebagai Segitiga Biru atau Gunung Bromo. Gluten adalah protein yang terdapat pada terigu. Gluten bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang dihasilkan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
b.  Telur
Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mie waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja karena pemakaian yang berlebihan akan menurunkan kemampuan mie menyerap air (daya dehidrasi) waktu direbus (Astawan, 2006).
c.   Garam
Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur berfungsi member rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas, dan elastisitas mie serta untuk mengikat air. Selain itu garam dapur dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amylase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan.




d.  Soda abu (Natrium karbonat dan kalium karbonat)
Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat (perbandingan 1:1). Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan 2006).
e.   Air
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratn air minum, yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa (Astawan, 2006).
2.   Metode Pembuatan Mie
a.   Pencampuran
Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk jaringan glutein dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan temperature (Sunaryo, 1985).
Mixing berfungsi untuk mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan glutein hingga tercapai adonan yang kalis. Adapun yang dimaksud kalis adalah pencapaian pengadukan maksimum sehingga terbentuk permukaan film pada adonan. Tanda-tanda adonan telah kalis adalah jika adonan tidak lagi menempel di wadah atau di tangan atau saat adonan dilebarkan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
b.  Pembentukan lembaran
Adonan yang sudah kalis sebagian dimasukkan ke dalam mesin pembuat mie untuk mendapatkan lembaran-lembaran. Pembentukan lembaran ini diulang beberapa kali untuk mendapatkan lembaran yang
tipis (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
c.   Pembentukan mie
Proses pembentukan mie ini umumnya sudah dilakukan dengan alat pencetak mie (roll press) yang digerakkan tenaga listrik. Alat ini mempunyai dua rol. Rol pertama berfungsi untuk menipiskan lembaran mie dan rol kedua berfungsi untuk mencetak mie. Pertama-tama lembaran mie masuk ke rol pertama kemudian masuk ke rol kedua. Mie yang keluar dari rol pencetak dipotong tiap 1 m dengan menggunakan gunting (Astawan, 2006).
Teknologi pembuatan mie instan jagung secara umum terdiri dari proses pencampuran, pengukusan, pencetakan & pemotongan, dan
pengeringan (Anonim, 2010).
Volume air yang digunakan untuk pembuatan adonan mie kering adalah 60%. Presentasi air terbaik untuk pembuatan adonan mie basah yaitu
sebanyak 60% (Datu, D.Y.R., M. Bilang dan S.D. Amrullah/mempelajari pengolahan mie dari campuran tepung sagu dan tepung jagung).





                                                                                   III.       METODOLOGI PENELITIAN
A.    Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2012 di Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B.    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, grinder, baskom, blower, pencetak mie, panci, kompor, ayakan, sendok, oven, stopwatch, desikator, timbangan analitik, erlenmeyer, gelas kimia, parut, cawan, stopwatch, cawan porselin, pendingin balik, lumpang, mangkok, soxhlet dan perangkatnya, kjhedhal dan perangkatnya, tanur, gegep,  dan pendingin balik.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi gadung, tepung terigu cap segitiga biru, minyak goreng sunco, garam, aquadest, aluminium foil, alkohol, kertas saring, khloroform, HCl, NaOH, tissu roll, air bersih, telur, soda abu.

C.    Metode Penelitian
1.   Pembuatan tepung gadung
Umbi gadung dikupas kemudian diparut. Setelah itu, direndam dengan larutan garam 7,5% selama 72 jam (perlakuan terbaik penelitian
Muljo Hardjo, 2010). Kemudian ditiriskan dan dikeringkan dengan oven pada
suhu 600C selama 24 jam. Dihaluskan dengan grinder kemudian diayak dengan ukuran partikel 75 mesh.
2.   Penelitian Pendahuluan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan volume air yang digunakan dalam pembentukan adonan dan untuk menentukan metode yang tepat dalam pembuatan mie kering.
Hasil dari penelitian pendahuluan adalah volume air yang digunakan dalam pembentukan adonan berbeda untuk setiap perlakuan. Volume air yang digunakan dalam pembentukan adonan dari formulasi tepung gadung 100% adalah 140%, formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% yaitu 120%, serta untuk formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40% menggunakan air dengan volume 100%. Penggunaan air yang berbeda ini karena adanya perbedaan jumlah tepung gadung yang digunakan. Semakin banyak tepung gadung yang digunakan, semakin banyak air yang dibutuhkan dalam pembentukan adonan.
Metode yang tepat adalah dibuat adonan sampai kalis, didiamkan dalam plastik selama 15 menit, dibuat lembaran, dikukus selama 15 menit, didiamkan selama 5 menit, digiling menjadi lembaran mie, dan dikeringkan sampai kadar air 8-10%.
3.   Pembuatan Mie Kering
Prosedur pembuatan mie kering adalah sebagai berikut.
a.   Semua bahan diukur sesuai yang dibutuhkan.
b.   Dilakukan pencampuran bahan sampai homogen.
c.   Dibuat lembaran tipis kemudian dikukus
d.   Lembaran-lembaran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rol pencetak mi.
e.   Untaian mie tersebut kemudian dikeringkan dalam blower pada suhu 600C sampai kadar air 8-10%.
f.    Dilakukan analisa total pati, uji elastisitas mie, uji sensori meliputi rasa, warna, aroma, dan tekstur.

D.    Perlakuan Penelitian
Perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
M1 = Tepung gadung 100%
M2 = Tepung gadung 80% + tepung terigu 20%
M3 = Tepung gadung 60% + tepung terigu 40%

E.    Parameter Pengamatan
1.   Kadar air (Sudarmadji dkk, 1997)
Contoh dihaluskan dan ditimbang sebanyak 2 gram dalam aluminium foil yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama  4 jam. Kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Selanjutnya dipanaskan kembali selama 30 menit, didinginkan kembali di dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstant. Penguarangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan, dengan perhitungan.
           
 



2.   Kadar Protein (Sudarmadji dkk, 1997)
Sejumlah kecil contoh ditimbang kurang lebih 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam labu khjedhal 100 ml kemudian ditambahkan kurang lebih 1 gram selenium dan 10 ml H2S04 pekat (teknis). Labu khjedhal bersama isinya digoyangkan sampai semua contoh terbasahi dengan H2S04. Kemudian didekstruksi dalam lemari asam sampai jernih dan dibiarkan dingin kemudian tuang ke dalam labu ukur 100 ml dan dibilas dengan air suling. Setelah itu dibiarkan dingin kemudian diimpitkan pada tanda garis dengan air suling.
Disiapkan penampung yang terdiri dari 10 ml H3BO3 2% dan 4 tetes larutan indikator campuran dalam Erlenmeyer 100 ml. Dipipet 5 ml larutan NaOH 30% dan 100 ml air suling hingga volume penampung menjadi lebih kurang 50 ml. setelah itu dibilas ujung penyuling dengan air suling kemudian penampung bersama isinya dititrasi dengan larutan HCl atau H2S04 0,0222 N.
Dimana       V1        = volume titrasi contoh
                   N         = normalitas 0,0142 N
                   P          = faktor pengenceran 100/5
3.   Kadar Karbohidrat
Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau juga disebut Carbohydrate by Difference. Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah suatu analisis di mana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan, sebagai berikut.
%karbohidrat = 100% - %(protein+lemak+abu+air)
Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, dan hasilnya ini biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan (Winarno, 2004).

4.   Kadar Lemak
Ditimbang dengan teliti 1 g sampel, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala 10 ml, ditambahkan kloroform mendekati skala. Kemudian ditutup rapat, dikocok dan dibiarkan semalam, lalu dikocok hingga homogen kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam tabung reaksi Dipipet 5 ml ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya  (a gram) lalu diovenkan suhu 1000C selama tiga jam. Dimasukkan kedalam desikator ± 30 menit kemudian ditimbang   (b gram). Dihitung kadar lemak kasar dengan rumus sebagai berikut :
  Dimana P = pengenceran (10/5 = 2)
5.   Uji Organoleptik
Parameter uji organoleptik yang digunakan meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur. Metode pengujian yang digunakan adalah metode hedonik (uji kesukaan) dengan skala 1-9 yaitu (1) amat sangat tidak suka, (2) sangat tidak suka, (3) tidak suka, (4) kurang suka, (5) biasa, (6) agak suka, (7) suka, (8) sangat suka, dan (9) amat sangat suka. Panelis diminta untuk memberikan penilaian menurut tingkat kesukaannya.
F.    Pengolahan Data
Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif terhadap parameter pengamatan dan rancangan acak lengkap kemudian dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan tiga kali ulangan.



















                                                                                   IV.       HASIL DAN PEMBAHASAN
Mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat kering, maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah
penanganannya (Astawan, 2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi tepung terigu dan tepung gadung yang berbeda dalam pembuatan produk mie kering berpengaruh terhadap kadar protein, karbohidrat dan total abu produk tersebut. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap hasil uji organoleptik metode hedonik. 
Hasil analisa proksimat dari umbi dan tepung gadung dapat dilihat dalam tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Tabel Hasil Analisa Proksimat Umbi dan Tepung Gadung
No
Kandungan
Umbi (%)
Tepung (%)
1
Karbohidrat
15,54
66,20
2
Protein
1,46
1,99
3
Lemak
1,46
15,51
4
Kadar Air
80,87
14,42
5
Kadar Abu
0,67
1,88
Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012.

1.    Protein
Protein merupakan suatu zat gizi yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Gambar 1 menunjukkan bahwa kisaran kadar protein produk mie kering yang dihasilkan
adalah 5,31%-9,19%. Perlakuan formulasi tepung gadung 100% mempunyai kadar protein terendah yaitu sebesar 5,31% sedangkan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40% mempunyai kadar protein tertinggi yaitu sebesar 9,19%. Hasil analisa kadar protein kering berbagai perlakuan dapat dilihat dalam gambar 1.
Hasil analisis sidik ragam (lampiran 01) menunjukkan bahwa penambahan tepung terigu berpengaruh sangat nyata terhadap kadar protein mie kering yang dihasilkan. Setelah uji lanjut menggunakan BNT, hasilnya menunjukkan bahwa kadar protein mie kering dengan formulasi 100% tepung gadung berbeda sangat nyata terhadap perlakuan lainya yaitu formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% serta formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%.  Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin banyak tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie kering, maka kadar protein semakin meningkat. Hal ini terjadi karena tepung terigu yang digunakan mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung gadung.
Gambar 1. Hasil analisa kadar protein mie  kering berbagai perlakuan.






2.    Kadar Lemak
Hasil analisa kadar lemak mie kering dari ketiga perlakuan dapat dilihat  dalam gambar 2. Kisaran kadar lemak mie kering yang dihasilkan
adalah 0,94%-1,24%. Kadar lemak tertinggi pada perlakuan formulasi 100% tepung gadung sebesar 1,24%, sedangkan terendah pada perlakuan formulasi tepung gadung 50% dan tepung terigu 40%.
Gambar 2. Hasil analisa kadar lemak mie kering berbagai perlakuan

Hasil analisa proksimat (lampiran 02) menunjukkan bahwa kadar lemak mie kering tidak berbeda nyata di antara ketiga perlakuan. Formulasi tepung gadung dengan tepung terigu yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak mie kering. Tepung terigu yang digunakan mempunyai kadar lemak rendah.

3.    Kadar air
Kadar air berpengaruh terhadap masa simpan dan tekstur produk. Mie kering mempunyai masa simpan yang relatif panjang karena mempunyai kadar air yang rendah yaitu sekitar 8-10%. Menurut Astawan (2006), mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Kisaran kadar air produk mie kering yang dihasilkan adalah 9,59%-10,67%. Kadar air terendah pada produk mie kering dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%, sedangkan kadar air tertinggi pada perlakuan formulasi tepung gadung 100%. Hasil analisa kadar air mie kering berbagai perlakuan dapat dilihat dalam gambar 3.
Gambar 3. Hasil analisa kadar air mie kering berbagai perlakuan

            Hasil analisis sidik ragam (lampiran 3) menunjukkan bahwa formulasi tepung gadung dan tepung terigu yang berbeda dalam pembuatan mie kering tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air produk tersebut. Hal ini karena pengeringan yang dilakukan untuk semua perlakuan bertujuan untuk menghasilkan mie kering dengan kadar air 8-10%.

4.    Kadar abu
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsure-unsur mineral yang dikenal juga dengan kadar abu. Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Kisaran kadar abu produk mie kering adalah 2,94%-3,69%. Kadar abu terendah pada mie kering dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%, sedangkan kadar abu tertinggi pada mie kering dengan formulasi tepung gadung 100%. Hasil analisa kadar abu mie kering berbagai perlakuan dapat dilihat dalam gambar 4.
Gambar 4. Hasil analisa kadar abu mie kering berbagai perlakuan

Hasil analisis sidik ragam (lampiran 4) menunjukkan bahwa
formulasi tepung gadung dan tepung terigu yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kadar abu mie kering yang dihasilkan. Hasil uji lanjut
menggunakan BNT menunjukkkan bahwa kadar abu mie kering dari formulasi tepung gadung 100% berbeda nyata dengan mie kering dari perlakuan formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% serta formulasi tepung
gadung 60% dan tepung terigu 40%. Kadar abu mie kering dari perlakuan formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% tidak berbeda
nyata dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung
terigu 40%. Dapat disimpulkan bahwa formulasi tepung gadung 100% dapat menghasilkan kadar abu mie kering yang tinggi yaitu sebesar 3,69%. Hal ini karena tepung gadung mempunyai kadar abu yang tinggi dibandingkan dengan tepung terigu yaitu sebesar 1,88%.
5.    Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia. Khususnya bagi penduduk Negara yang sedang berkembang. Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan pangan misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain (Winarno, 2004). Kisaran kadar karbohidrat produk mie kering yang dihasilkan
adalah 77,34%-79,09%. Kadar karbohidrat terendah adalah mie kering dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%, sedangkan kadar karbohidrat tertinggi adalah mie kering dari perlakuan tepung gadung 100%. Hasil analisa kadar karbohidrat mie kering berbagai perlakuan dapat dilihat dalam gambar 5.
Gambar 5. Hasil analisa kadar karbohidrat mie kering berbagai perlakuan
Hasil analisis sidik ragam (lampiran 5) menunjukkan bahwa formulasi tepung gadung dan tepung terigu yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat mie kering yang dihasilkan. Hasil uji lanjut dengan BNT menunjukkan bahwa kadar karbohidrat mie kering dari formulasi tepung gadung 100% berbeda nyata dengan mie kering dari perlakuan formulasi tepung
gadung 80% dan tepung terigu 20% serta formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%. Kadar karbohidrat mie kering dari perlakuan formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% tidak berbeda nyata dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%. Dapat disimpulkan bahwa formulasi tepung gadung 100% dapat menghasilkan kadar karbohidrat mie kering yang tinggi yaitu sebesar 79,09%. Hal ini karena tepung gadung mempunyai kadar karbohidrat yang tinggi dibandingkan dengan tepung terigu yaitu sebesar 66,20%.

6.    Uji Organoleptik
Hasil uji organoleptik terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur mie kering dapat dilihat dalam gambar 6.
Gambar 6. Hasil analisa kadar karbohidrat mie kering berbagai perlakuan

a.   Warna
Warna pada makanan dapat disebabkan oleh beberapa sumber diantaranya pigmen, pengaruh panas pada gula (karamel), adanya reaksi antara gula dan asam amino (Maillard), dan adanya pencampuran bahan
lain (Winarno, 1997). Warna adalah kesan pertama yang ditangkap panelis sebelum mengenali rangsangan-rangsangan yang lain. Warna sangat penting untuk segala jenis makanan karena mempengaruhi tingkat penerimaan panelis. Hasil uji sensori terhadap warna mie kering dapat dilihat dalam gambar 6.
Penilaian terhadap parameter warna pada gambar 6 menunjukkan bahwa mie kering dari ketiga perlakuan mempunyai nilai yang hamper sama. Hal ini didukung dari hasil analisis sidik ragam (lampiran 06b) bahwa warna mie kering tidak berbeda nyata di antara ketiga perlakuan. Dapat disimpulkan bahwa panelis agak menyukai warna mie kering dari ketiga perlakuan. Hal ini karena warna mie kering yang dihasilkan tidak jauh beda dengan mie kering yang sering panelis konsumsi yaitu agak kekuningan.

1.    Aroma
Aroma merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat penerimaan konsumen pada suatu bahan, aroma banyak menentukan kelezatan  bahan  makanan,  biasanya  seseorang  dapat  menilai  lezat tidaknya suatu bahan makanan dari aroma yang diimbulkan. Hasil uji organoleptik terhadap aroma dapat dilihat pada gambar 6.
Penilaian terhadap aroma pada gambar 6 menunjukkan bahwa mie kering dari ketiga perlakuan mempunyai nilai yang hampir sama. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 07b) menunjukkan bahwa respon panelis terhadap aroma mie kering yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Panelis agak menyukai aroma mie kering dari ketiga perlakuan.



2.    Rasa
Rasa merupakan sensasi yang diproduksi oleh material yang dimasukkan ke dalam mulut, dirasakan prinsipnya oleh indera perasa dalam mulut. Menurut Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yaitu komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa  (test compensation). Hasil analisa organoleptik terhadap rasa mie kering dapat dilihat dalam gambar 6.
Penilaian terhadap rasa mie kering dalam gambar 6 menunjukkan bahwa rasa mie kering dari ketiga perlakuan mempunyai nilai yang hampir sama. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 8b) menunjukkan bahwa respon panelis tidak berbeda nyata terhadap rasa mie kering dari ketiga perlakuan. Panelis agak menyukai rasa mie kering tersebut dari semua perlakuan.

3.    Tekstur
Tekstur suatu bahan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan yang penting. Tekstur suatu bahan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan yang penting. Hal ini berhubungan dengan rasa pada waktu mengunyah bahan tersebut (Rampengan, 1985).
Tekstur merupakan salah satu atribut mutu yang penting, kadang-kadang lebih penting dari pada bau, rasa, dan warna. Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada waktu digigit, dikunyah, dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari (Kartika, et all., 1988).     
Penilaian terhadap tekstur mie kering pada gambar 6 menunjukkan bahwa tekstur mie kering mempunyai penilaian yang sama. Hasil analisa proksimat (lampiran 9b) menunjukkan bahwa respon panelis terhadap tekstur mie kering tidak berbeda nyata diantara ketiga perlakuan. Panelis agak menyukai mie kering tersebut dari semua perlakuan.















                                                                                     V.       KESIMPULAN DAN SARAN
A.  Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.   Proses pengolahan mie kering dari tepung umbi gadung adalah pembuatan adonan, pembuatan lembaran tipis, pengukusan, pendinginan, pencetakan dan pengeringan.
2.   Respon panelis terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur mie kering tidak berbeda nyata yaitu agak suka di antara ketiga perlakuan.
3.   Kadar air dan kadar lemak tidak berbeda nyata diantara ketiga perlakuan.
4.   Kadar protein tertinggi mie kering pada perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%.
5.   Kadar abu dan karbohidrat tertinggi mie kering pada perlakuan formulasi tepung gadung 100%.

B.  Saran
Parameter untuk penelitian selanjutnya adalah elastisitas mie gadung. Dan sebaiknya dilakukan pembuatan mie gadung dalam industri kecil.






DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Mie Jagung.     b http://seafast.ipb.ac.id/research. Akses Tanggal 16 November 2011. Makassar.

Anonim, 2011. Gadung.  http://id.wikipedia.org. Akses
Tanggal 12 September 2011. Makassar.

Apriyantono, Anton., Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarmawati, dan Slamet Budiyanto, 1989. Analisa Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat AntarUniversitas Pangan dan Gizi Instituit Pertanian Bogor, Bogor.

Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hardjo, Muljo. 2010. Pembuatan Tepung Gadung (Diocorea Hispida Dennst)  Bebas Sianida Dengan Merendam Parutan Umbi Dalam Larutan Garam. http://www.ut.ac.id. Akses Tanggal 14 Oktober 2011.

Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono, 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Mudjajanti,E.S. dan L.N. Yulianti, 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar  Swadaya, Jakarta.

Pratitasari, 2007. Mengenal mie, Yuk!! Kompas, 25 Februari 2007.

Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1885. Dasar-dasar Pengawasn Mutu Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.

Robsons, J., 1976. Some Introductory Thoughts On Intermediate Moisture Foods. Dalam Davies, K., G.G. Birch and K.J. Parker. Intermediate Mosture Food. Aplied Science Publ, Ltd, London.

Rukmana, Rahmat. 2001. Aneka Kripik Umbi. Kanisius, Yogyakarta.

Setianingrum, A.W. dan Marsono, 1999. Pengkayaan vitamin A dan vitamin E dalam Pembuatan Mie instant Menggunakan Minyak Sawit Merah. Kumpulan Penelitian Terbaik Bogasari 1998-2001, Jakarta.

Sudarmadji, S., Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa, Bandung.


Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Fateta-IPB, Bogor.

Sukarsa, 2010. Tanaman Gadung. http://www2.bbpp-lembang.info. Akses
Tanggal 19 September 2011.

Widyaningsih, T.B.dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Wulandari, Dyah Retno. 2009. Pengembangan dioscorea spp. Sebagai bahan pangan fungsional bebas gluten dan konservasinya secara in vitro : dipa. http://www.biotek.lipi.go.id. Akses Tanggal 26 September 2011.

Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.





























LAMPIRAN
Lampiran 01a. Tabel Hasil Analisa Kadar Protein Mie Kering
NO
PERLAKUAN
ULANGAN I
ULANGAN II
ULANGAN III
1
UMBI
1.35
1.59
1.44
2
TEPUNG
2.14
1.98
1.86
3
MIE I
5.36
5.17
5.39
4
MIE II
7.01
7.25
7.22
5
MIE III
9.36
9.31
8.91
Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012

Lampiran 01b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
                        Terhadap Kadar Protein Mie Kering
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F Hitung
F tabel
5%
1%
Perlakuan
2
22.68
11.34
246.03(**)
6.59
16.59
Galat
4
0.18
0.05



Ket : Berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Lampiran 01c. Hasil Uji Lanjut BNT terhadap Kadar Protein Mie  Kering
perlakuan
Rerata
BNT1%
I
5.31
a
II
7.16
b
III
9.19
c

Lampiran 02a. Tabel Hasil Analisa Kadar Lemak Mie Kering
NO
PERLAKUAN
ULANGAN I
ULANGAN II
ULANGAN III
1
UMBI
1.49
1.43
1.46
2
TEPUNG
16.08
14.76
15.68
3
MIE I
1.17
1.35
1.21
4
MIE II
1.3
0.96
1.23
5
MIE III
0.85
0.96
1.01
Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012








Lampiran 02b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
                        Terhadap Kadar Lemak Mie Kering
Sumber Keragaman
Db
JK
KT
F Hitung
F tabel
5%
1%
Perlakuan
2
0.15
0.07
3.10(tn)
6.94
18
Galat
4
0.10
0.02



Ket : Tidak Beda Nyata

Lampiran 03a. Tabel Hasil Analisa Kadar Kadar Air Mie Kering
NO
PERLAKUAN
ULANGAN I
ULANGAN II
ULANGAN III
1
UMBI
80.65
80.85
81.12
2
TEPUNG
16.17
12.56
14.52
3
MIE I
10.73
10.62
10.67
4
MIE II
10.74
10.56
10.64
5
MIE III
9.75
9.94
9.09
Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012

Lampiran 03b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
                         Terhadap Kadar Kadar Air Mie Kering
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F Hitung
F Tabel
5%
1%
Perlakuan
2
33.08
16.54
1.04(tn)
6.94
18
Galat
4
63.48
15.87



Ket : Tidak Beda Nyata

Lampiran 04a. Tabel Hasil Analisa Kadar Kadar Abu Mie Kering
NO
PERLAKUAN
ULANGAN I
ULANGAN II
ULANGAN III
1
UMBI
0.65
0.7
0.67
2
TEPUNG
1.63
2.05
1.95
3
MIE  I
3.51
3.98
3.59
4
MIE II
3.19
3.25
3.24
5
MIE III
2.86
3.04
2.92
Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012

Lampiran 04b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
                      Terhadap Kadar Kadar Abu Mie Kering
Sumber Keragaman
db
JK
KT
F Hitung
F tabel
5%
1%
Perlakuan
2
0.87
0.43
11.94(*)
6.94
18
Galat
4
0.15
0.04



Ket : Beda nyata pada taraf 5%
Lampiran 04c. Hasil Uji BNT terhadap Kadar Abu Mie Kering
Perlakuan
rerata
BNT 5%
I
3.69
a
II
3.23
b
III
2.94
b

Lampiran 5a. Tabel Hasil Analisa Kadar Karbohidrat Mie Kering
Perlakuan
ulangan 1
ulangan 2
ulangan 3
TOTAL
Rerata
I
79.23
78.88
79.14
237.25
79.08
II
77.76
77.98
77.67
233.41
77.80
III
77.18
76.75
78.07
232
77.33
TOTAL
234.17
233.61
234.88
702.66
234.22
Rerata
78.06
77.87
78.29
234.22
78.07
Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012.

Lampiran 05b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
                         Terhadap Kadar Karbohidrat Mie Kering
sumber keragaman
db
JK
KT
F Hitung
F Tabel
5%
1%
Perlakuan
2
4.92
2.46
9.62(*)
6.94
18
Galat
4
1.02
0.26



Ket : Beda nyata pada taraf 5%

Lampiran 05c. Hasil Uji BNT terhadap Kadar Karbohidrat Mie Kering
Perlakuan
rerata
BNT 5%
I
79,08
A
II
77,80
B
III
77,33
B














Lampiran 06a. Tabel Hasil Uji  Organoleptik Terhadap Warna Pada Mie Kering
Panelis
Mie I
Mie II
Mie III
Total
1
5
6
8
19
2
4
6
7
17
3
8
7
7
22
4
7
7
4
18
5
7
8
7
22
6
4
7
8
19
7
6
8
7
21
8
5
6
6
17
9
4
7
7
18
10
6
7
5
18
11
8
6
5
19
12
8
8
7
23
Total
72
83
78
233
Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012.

Lampiran 06b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
                        Terhadap Warna Mie Kering
SR
db
JK
KT
F Hitung
F 1%
F 5%
Contoh
2
5.06
2.53
1.78(tn)
5.72
3.44
Panelis
11
15.64
1.42



Error
22
36.28




Total
35
56.97




Ket : Tidak Berbeda Nyata Pada Taraf 5%



















Lampiran 07a. Tabel Hasil Uji  Organoleptik Terhadap Aroma Pada Mie Kering
Panelis
Mie I
Mie II
Mie III
Total
1
6
5
7
18
2
6
7
4
17
3
7
6
6
19
4
5
5
4
14
5
6
7
6
19
6
5
5
5
15
7
7
7
7
21
8
6
5
5
16
9
4
4
4
12
10
6
6
7
19
11
7
4
5
16
12
6
6
6
18
total
71
67
66
204
Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012.

Lampiran 07b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
                        Terhadap Aroma Mie Kering
sumber keragaman
db
JK
KT
F hitung
1%
5%
Contoh
2
1.17
0.58
0.28(tn)
5.72
3.44
Panelis
11
23.33
2.12



Galat
22
13.5




Total
35
38




Ket : Tidak Berbeda Nyata


















Lampiran 08a. Tabel Hasil Uji  Organoleptik Terhadap Rasa Pada Mie Kering
Panelis
Mie I
Mie II
Mie III
Total
1
7
5
4
16
2
7
7
7
21
3
9
7
5
21
4
6
7
6
19
5
4
4
7
15
6
4
7
4
15
7
9
8
7
24
8
6
6
5
17
9
5
6
6
17
10
7
7
6
20
11
7
6
8
21
12
6
7
6
19
Total
77
77
71
225
Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012

Lampiran 08b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
                        Terhadap Rasa  Mie Kering
sumber keragaman
db
JK
KT
F hitung
F 1%
F 5%
contoh
2
2
1
0.38(TN)
5.72
3.44
panelis
11
28.75
2.61



galat
22
30




total
35
60.75




Ket : Tidak Berbeda Nyata


















Lampiran 09a. Tabel Hasil Uji  Organoleptik Terhadap Tekstur Pada Mie Kering
Panelis
Mie I
Mie II
Mie III
Total
1
6
4
4
14
2
4
4
7
15
3
8
6
6
20
4
7
7
4
18
5
6
4
7
17
6
3
7
2
12
7
9
7
6
22
8
6
5
7
18
9
4
6
6
16
10
5
6
7
18
11
8
6
7
21
12
5
6
6
17
Total
71
68
69
208
Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012.

Lampiran 09b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan
                         Terhadap Tekstur  Mie Kering
sumber keragaman
db
JK
KT
F hitung
F 1%
F 5%
contoh
2
0.39
0.19
0.07(TN)
5.72
3.44
panelis
11
30.22
2.75



galat
22





total
35





Ket : Tidak Berbeda Nyata

Lampiran 10. Gambar Umbi Gadung
Lampiran 11.Gambar Tepung Gadung


Lampiran 12.Gambar Mie Kering dari Tepung Umbi Gadung