Pages

Kamis, 15 Maret 2012

proposal penelitian "PEMBUATAN MIE KERING DARI UMBI GADUNG"

                                                                                                                                                 I.          PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang
Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan penting karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia. Berbagai program pemerintah dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional salah satunya adalah diversifikasi pangan yang dimulai sejak tahun 50-an. Tujuannya untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional sehingga tidak tergantung lagi pada impor khususnya bahan makanan pokok seperti beras dan gandum. Menindaklanjuti hal tersebut maka dikeluarkan Peraturan presiden nomor 22 tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.
Badan Ketahanan Pangan bagian Pusat konsumsi dan keamanan pangan telah mencanangkan salah satu program peningkatan Pemanfaatan Pangan Lokal melalui tepung-tepungan. Tujuannya untuk meningkatkan penyediaan bahan pangan lokal dari tepung-tepungan sebagai produk antara yang dapat mendukung usaha kecil bidang pangan lokal. Di samping itu meningkatkan produksi, produktifitas, mutu dan keanekaragaman produk pangan lokal yang dihasilkan oleh usaha kecil bidang pangan. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber pangan lokal melalui peranan usaha kecil bidang pangan dalam menyediakan bahan baku pangan olahan untuk percepatan penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi (Sinartani.com, 2011).
Indonesia kaya akan sumber daya hayati berupa serealia dan umbi-umbian yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan tepung-tepungan. Beberapa jenis Dioscorea yang tumbuh di Indonesia telah diketahui mempunyai kandungan karbohidrat tinggi dan sudah biasa dimanfaatkan sebagai pangan. Kadar amilosa beberapa jenis Dioscorea berkisar antara 14.0-62.3%; Tingginya kadar karbohidrat ini menunjukkan potensi Dioscorea sebagai bahan pangan alternatif yang berfungsi menggantikan tepung terigu karena bebas gluten. Meskipun kelemahannya ada beberapa jenis Dioscorea yang mempunyai kadar HCN cukup tinggi, namun dengan cara pengolahan yang baik, umbi dapat dikonsumsi (Wulandari, 2009). Salah satu jenis Dioscorea adalah umbi gadung (Dioscorin hispida Dennts). Umbi gadung dalam Bahasa Makassar disebut sikapa.
Salah satu produk yang bisa dibuat dari tepung gadung adalah mie. Mie merupakan salah satu produk yang banyak disukai oleh semua kalangan masyarakat baik anak-anak, dewasa, muda, kaya maupun miskin. Ada banyak jenis-jenis mie yaitu mie basah, mie kering dan mie instant. Mie yang akan dibuat dalam penelitian ini adalah mie kering. Selama ini, mie terbuat dari tepung terigu. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung terigu adalah gandum yang bukan merupakan tanaman asli Indonesia jadi kita harus mengimpor. Dalam penelitian ini akan dibuat mie kering dengan formulasi tepung terigu dan tepung gadung yang tepat serta teknologi yang tepat untuk menghasilkan mie kering dari gadung yang dapat diterima oleh konsumen.

 B. Perumusan Masalah
Sifat fisik dan kimia tepung terigu dengan tepung gadung berbeda sehingga proses pengolahan mie juga akan berbeda. Dalam hal ini uji coba jenis pengolahan mie dari tepung gadung perlu dilakukan untuk mendapatkan proses pengolahan yang tepat. Selanjutnya penentuan konsentrasi penggunaan tepung gadung yang menghasilkan mie kering yang dapat diterima oleh konsumen.

 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.    Untuk mengetahui proses pengolahan mie kering yang tepat.
2.    Untuk mengetahui formulasi tepung terigu dengan tepung gadung dalam pembuatan mie kering yang disukai oleh panelis.
Kegunaan dari penelitian ini adalah dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang pengolahan umbi gadung menjadi tepung dan mie kering.

                                                                                                                                    II.          TINJAUAN PUSTAKA

 A. Gadung (Discorea hispida Dennst)
Gadung (Dioscorea hispida Dennst) tergolong tanaman umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat perhatian. Gadung menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya. Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam bentuk keripik meskipun rebusan gadung juga dapat dimakan. Tumbuhan gadung berbatang merambat dan memanjat, panjang 5–20 m. Arah rambatannya selalu berputar ke kiri (melawan arah jarum jam, jika dilihat dari atas). Ciri khas ini penting untuk membedakannya dari gembili (D. aculeata) yang memiliki penampilan mirip namun batangnya berputar ke kanan (Anonim, 2011).
Komposisi kimia umbi gadung dapat dilihat dalam tabel 01 berikut ini.
Tabel 01. Komposisi Kimia Umbi Gadung
Zat Gizi
Jumlah (%)
Air
78,00
Karbohidrat
18,00
Lemak
0,16
Protein
1,81
Serat Kasar
0,93
Kadar Abu
0,69
Diosgenin
0,20
Dioscinin
0,04
Sumber : Sukarsa, 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama  perendaman parutan umbi gadung pada beberapa konsentrasi larutan garam. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan dan Pengendalian Mutu Fakultas Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jember, menggunakan rancangan kelompok factorial dengan dua perlakuan yaitu konsentrasi larutan garam dua level  5 % dan 7,5 % dan lama perendaman  3 level 48 jam, 60 jam, dan 72 jam. Hasil penelitian menunjukkan lama perendaman  72 jam dengan konsentrasi larutan garam 5% dan 7% menghasilkan tepung gadung paling aman untuk dikonsumsi. Kombinasi lama perendaman 72 jam dengan konsentrasi larutan garam 7,5% memiliki kadar HCN 18,75%, pati 41,51% serat 1,59% air 10,8% abu 6,01% nilai warna 97,84 dan nilai rasa kesukaan tiwul 2,1 yaitu antara tidak suka dan agak suka. Sedangkan kombinasi lama perendaman 72 jam dengan konsentrasi larutan garam 5% memiliki kadar HCN 19,62%, pati 50,49%, serat 1,58%, air 9,64%, abu 4,34%, nilai warna 98,41 dan uji organoleptik rasa tiwul 2,87 yaitu antara tidak suka sampai agak suka (Muljo Hardjo, 2010).

 B. Mie
Mie yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie dengan warna kuning, bentuk khas mie yaitu berupa pilinan panjang yang dapat mengembang sampai batas tertentu dan lenting serta kalau direbus tidak banyak padatan yang hilang. Semua ini termasuk sifat fisik mie yang sangat menentukan terhadap penerimaan konsumen (Setianingrum dan Marsono, 1999).
Mie dibuat dengan mesin khusus, tetapi juga bisa dibuat tanpa mesin. Proses pembuatan mie tanpa mesin memerlukan latihan yang cukup lama. Adonan tepung terigu atau tepung yang lain ditarik, dibanting dan dipelintir hingga terbentuk mie yang panjang. Di negara asalnya, mie diyakini sebagai lambang panjang umur. Uniknya, agar harapan umur panjang bisa terkabul, konon mie harus dimakan tanpa memotong helaiannya yang panjang. Jadi cukup digulung dengan garpu atau sumpit (Pratitasari, 2007).

1.    Jenis-jenis mie
Walaupun pada prinsipnya mie dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasaran dikenal beberapa jenis mie seperti mie segar/mentah (raw chinese noodle), mie basah (boiled noodle), mie kering (steam and fried noodle), dan mie instant (instant noodle).
  a.  Mie Mentah
Mie mentah adalah mie yang tidak mengalami proses tambahan setelah pemotongan dan mengandung air sekitar 35%. Oleh karena itu, mie ini cepat rusak. Penyimpanan dalam refrigerator dapat mempertahankan kesegaran mie ini hingga 50-60 jam. Setelah masa simpan tersebut, warna mie akan menjadi gelap.
  b.  Mie Basah
Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar airnya dapat mencapai 52% sehingga daya tahan simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di Indonesia, mie basah dikenal sebagai mie kuning atau mie bakso.
  c.  Mie Kering
Mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat kering, maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya. Mie kering sebelum dipasarkan biasanya ditambahkan telur segar atau tepung telur sehingga mie ini dikenal dengan nama mie telur. Penambahan telur ini merupakan variasi sebab secara umum mie oriental tidak mengandung telur. Di Amerika Serikat, penambahan telur merupakan suatu keharusan karena mie kering harus mengandung air kurang
dari 13% dan padatan telur lebih dari 5,5%.
  d.  Mie Instant
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mie instant didefenisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan makanan tambahan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Mie instant dikenal sebagai mie ramen. Mie ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mie segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan. Kadar air mie instant umumnya mencapai 5-8% sehingga memiliki daya simpan yang cukup lama.
(Astawan, 2006).

2.    Bahan-bahan pembuat mie basah
a.    Tepung Terigu
Tepung terigu yang digunakan sebaiknya yang mengandung
gluten 8-12%. Tepung terigu ini tergolong medium hard flour di pasaran dikenal sebagai Segitiga Biru atau Gunung Bromo. Gluten adalah protein yang terdapat pada terigu. Gluten bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang dihasilkan (Widyaningsih dan
Murtini, 2006).
b.   Telur
Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mie waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja karena pemakaian yang berlebihan akan menurunkan kemampuan mie menyerap air (daya dehidrasi) waktu direbus (Astawan, 2006).
c.    Garam
Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur berfungsi member rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas, dan elastisitas mie serta untuk mengikat air. Selain itu garam dapur dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amylase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan.
d.   Soda abu (Natrium karbonat dan kalium karbonat)
Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat (perbandingan 1:1). Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan 2006).
e.    Air
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratn air minum, yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa (Astawan, 2006).

3.    Metode Pembuatan Mie
a.    Pencampuran
Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, membuatnya merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk jaringan glutein dengan meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan temperature (Soenaryo, 1985).
Mixing berfungsi untuk mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan glutein hingga tercapai adonan yang kalis. Adapun yang dimaksud kalis adalah pencapaian pengadukan maksimum sehingga terbentuk permukaan film pada adonan. Tanda-tanda adonan telah kalis adalah jika adonan tidak lagi menempel di wadah atau di tangan atau saat adonan dilebarkan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
b.   Pembentukan lembaran
Adonan yang sudah kalis sebagian dimasukkan ke dalam mesin pembuat mie untuk mendapatkan lembaran-lembaran. Pembentukan lembaran ini diulang beberapa kali untuk mendapatkan lembaran yang tipis (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
c.    Pembentukan mie
Proses pembentukan mie ini umumnya sudah dilakukan dengan alat pencetak mie (roll press) yang digerakkan tenaga listrik. Alat ini mempunyai dua rol. Rol pertama berfungsi untuk menipiskan lembaran mie dan rol kedua berfungsi untuk mencetak mie. Pertama-tama lembaran mie masuk ke rol pertama kemudian masuk ke rol kedua. Mie yang keluar dari rol pencetak dipotong tiap 1 m dengan menggunakan gunting (Astawan, 2006).
Teknologi pembuatan mie instan jagung secara umum terdiri dari proses pencampuran, pengukusan, pencetakan & pemotongan, dan
pengeringan (Anonim, 2010).
Volume air yang digunakan untuk pembuatan adonan mie kering adalah 60%. Presentasi air terbaik untuk pembuatan adonan mie basah yaitu
sebanyak 60% (Datu, D.Y.R., M. Bilang dan S.D. Amrullah/mempelajari pengolahan mie dari campuran tepung sagu dan tepung jagung).

                                                                                                                    III.          METODOLOGI PENELITIAN

 A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

 B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, grinder, baskom, blower, pencetak mie, panci, kompor, ayakan, sendok, oven, stopwatch, desikator, timbangan analitik, erlenmeyer, gelas kimia, parut, cawan, stopwatch, cawan porselin, pendingin balik, lumping dan penangas.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi gadung, tepung terigu cap segitiga biru, minyak goreng sunco, garam, aquadest, aluminium foil, alkohol, kertas saring, ether, HCl, NaOH, tissu roll, air bersih, telur, soda abu.

 C. Metode Penelitian
1.    Pembuatan tepung gadung
Umbi gadung dikupas kemudian diparut. Setelah itu, direndam dengan larutan garam 7,5% selama 72 jam (perlakuan terbaik penelitian
Muljo Hardjo, 2010). Kemudian ditiriskan dan dikeringkan dengan oven pada
suhu 600C selama 24 jam. Dihaluskan dengan grinder kemudian diayak dengan ukuran partikel 75 mesh.
2.    Pembuatan Mie Kering
Prosedur pembuatan mie kering adalah sebagai berikut.
a.    Semua bahan diukur sesuai yang dibutuhkan.
b.    Dilakukan pencampuran bahan sampai homogen.
c.    Dibuat lembaran tipis kemudian dikukus
d.   Lembaran-lembaran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rol pencetak mi.
e.    Untaian mie tersebut kemudian dikeringkan dalam blower pada suhu 600C sampai kadar air 8-10%.
f.     Dilakukan analisa total pati, uji elastisitas mie, uji sensori meliputi rasa, warna, aroma, dan tekstur.
 D. Perlakuan Penelitian
Perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
M1 = Tepung gadung 100%
M2 = Tepung gadung 80% + tepung terigu
         20%
M3 = Tepung gadung 60% + tepung terigu
         40%



 E. Parameter Pengamatan
1.    Kadar air
Contoh dihaluskan dan ditimbang sebanyak 2 gram dalam aluminium foil yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama  4 jam. Kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Selanjutnya dipanaskan kembali selama 30 menit, didinginkan kembali di dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstant. Penguarangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan, dengan perhitungan (Sudarmadji, et al., 1989):
   % Kadar Air :  
2.    Uji Organoleptik
Parameter uji organoleptik yang digunakan meliputi rasa, aroma, warna, kenampakan dan tekstur. Metode pengujian yang digunakan adalah metode hedonik (uji kesukaan) dengan skala 1-5 yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak suka, (4) suka, dan (5) sangat suka. Panelis diminta untuk memberikan penilaian menurut tingkat kesukaannya.
3.    Total Pati
Timbang 2-5 gram sampel (berupa bahan padat yang telah dihaluskan atau bahan padat) dalam gelas piala 250 mL. tambahkan 50 ml alcohol 80% dan aduk selama 1 jam. Saring suspense tersebut dengan kertas saring dan cuci dengan air sampai volume filtrate 250 ml. filtrate ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Untuk bahan yang mengandung lemak, pati yang terdapat sebagai residu pada kertas saring dicuci lima kali dengan 10 ml ether. Biarkan ether menguap dari residu, kemudian cuci kembali dengan 150 ml alcohol 10% untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut. Pndahkan residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer dengan cara pencucian dengan 200 ml air dan tambahkan 20 ml HCl 25%. Tutup dengan pendingin balik dan panaskan di atas penangas air sampai mendidih selama 2,5 jam. Biarkan dingin dan netralkan dengan larutan NaOH 45% encerkan sampai volume 500 ml. saring kembali campuran di atas pada kertas saring. Tentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrate yang diperoleh. Penentuan glukosa seperti pada penetapan atau penentuan gula pereduksi. Berat glukosa dikalikan faktor 0.9 merupakan berat pati (Anton, dkk.,1989).

 F.  Pengolahan Data
Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga kali ulangan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Mie Jagung. http://seafast.ipb.ac.id/research. Akses Tanggal 16 November 2011. Makassar.

Anonim, 2011. Gadunghttp://id.wikipedia.org. Akses
Tanggal 12 September 2011. Makassar.

Apriyantono, Anton., Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarmawati, dan Slamet Budiyanto, 1989. Analisa Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat AntarUniversitas Pangan dan Gizi Instituit Pertanian Bogor, Bogor.

Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hardjo, Muljo. 2010. Pembuatan Tepung Gadung (Diocorea Hispida Dennst)  Bebas Sianida Dengan Merendam Parutan Umbi Dalam Larutan Garam. http://www.ut.ac.id. Akses Tanggal 14 Oktober 2011.

Mudjajanti, E.S. dan L.N. Yulianti, 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar  Swadaya, Jakarta.
Robsons, J., 1976. Some Introductory Thoughts On Intermediate Moisture Foods. Dalam Davies, K., G.G. Birch and K.J. Parker. Intermediate Mosture Food. Aplied Science Publ, Ltd, London.

Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Fateta-IPB, Bogor.

Sukarsa, 2010. Tanaman Gadung. http://www2.bbpp-lembang.info. Akses
Tanggal 19 September 2011.

Widyaningsih, T.B.dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Wulandari, Dyah Retno. 2009. Pengembangan dioscorea spp. Sebagai bahan pangan fungsional bebas gluten dan konservasinya secara in vitro : dipa. http://www.biotek.lipi.go.id. Akses Tanggal 26 September 2011.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar